Hening pagi dinihari disebuah kawasan kumuh disebuah gubug berbahan kayu dan triplek, Telah bersantai seorang wanita setelah melepas lelah dari aktivitas semalaman yang begitu hina. Sambil sesekali wanita itu tampak membelai-belai sang buah hatinya yang sedang asiikk! terlelap tidur. Selang beberapa menit wanita itu pun ikut terlelap mengarungi dunia mimpi.
Belatung itu seperti ulat ya, Bu? Ya seperti ulat. Apakah ia juga bisa berubah jadi kupu-kupu? Tidak, belatung tak bisa berubah jadi kupu-kupu. Kenapa tidak bisa, Ibu? Entahlah, Ibu tak tahu. Kasihan ya, Bu? Aku ingin melihat ia jadi kupu-kupu. Tetapi kita tidak bisa. Tapi aku ingin.
Tidak bisa. Aku ingin.
“Tidak bisa…,” dan Vina melihat ratusan belatung, ribuan belatung, merayap melata ke arah mereka. Melata? Tidak, makhluk kecil basah menjijikkan itu lebih tampak seperti melayang (atau terbang?) dalam satu barisan teratur mirip selendang. Saat selendang itu bergerak sentak bagai dikibaskan, belatung-belatung itu berhamburan bersama percikan lendir. Dan Vina gelagapan. Tangannya sibuk membersihkan lendir, mungkin juga belatung, yang menempel di wajah dan tubuhnya.
Aku ingin.
“Tidak!” dan Vina tersentak. Sadar. Dibukanya mata, nanar. Tak ada belatung. Tak ada percikan lendir. Ditolehkannya kepala ke samping dan menemukan tubuh kecil itu, Kirana, anaknya, bergelung nyenyak dengan satu tangan menyelusup ke ketiak. Vina mengembuskan napas, lega. Tetapi, kalimat Kirana itu, aku ingin, aku ingin, bagai masih menggema….
“Kupu-kupu itu indah ya, Bu?”
“Ya, indah.”
“Maukah Ibu menangkapkannya untukku?”
“Tidak. Tidak boleh.”
“Kenapa tidak boleh, Ibu?”
“Kau lihatlah tubuhnya, sayapnya. Tipis dan rapuh. Ia bisa mati di tangan kita.”
Kirana terdiam. Sejenak. Mata bocah perempuan lima tahunan itu mengerjap- ngerjap bagai berusaha memahami kalimat Vina ibunya. “Kenapa di tempat kita sangat banyak, Bu?”
“Apa yang sangat banyak?”
“Kupu-kupu.”
Vina-lah yang kemudian balas terdiam. Memang mengherankan. Kenapa di tempat seperti ini, di tempat yang sama sekali tak indah, di perumahan kumuh yang bagai terperosok ke rawa-rawa, bisa dilalulalangi begitu banyak kupu-kupu? Ataukah justru karena adanya rawa-rawa itu? Entah, Vina tak pernah memikirkannya. Atau lebih tepat Vina tak sempat memikirkannya. Hal itu terlalu
sepele. Terlalu sepele bagi hidupnya yang…....
“Padahal, ulat jelek ya Bu?”.....Seru Kirana.
“Apa?”
“Ulat. Jelek. Kenapa bisa berubah jadi kupu-kupu yang indah?”
“Eh,” Vina tertegun, “siapa yang memberitahumu?”
“Memberitahu apa, Bu?”....Kirana bingung.
“Kupu-kupu, dari ulat.”
“Bukankah Ibu?”
“Oh…,”...Begitulah, Vina sering lupa. Ya, begitulah aku selalu lupa. Kenapa aku bisa melupakan banyak hal tentang dirimu, anakku? Sungguh tak ada niatku untuk begitu. Semua semata karena jejalan persoalan di kepalaku. Ohh!!... Kalau saja kau mengerti. Kalau saja kau tahu. Apa yang terbayang olehmu, apa yang akan terjadi pada dirimu, kalau kau tahu beberapa waktu lagi kita mungkin bakal tak punya tempat tinggal?
Kau lihatlah truk-truk sampah itu. Truk-truk sampah yang telah beberapa minggu ini tak henti datang membuang sampah ke rawa-rawa. Tahukah kau sampah itu sampah seluruh pelosok kota? Beratus-ratus ton, beribu-ribu ton setiap hari. Lihatlah, sampah itu menggunung, dan gunungan itu akan menjalar sampai ke mari. Tetapi konon kita takkan sempat melihat gunungan sampah itu menimbun rumah kita. Karena kata orang, saat itu, rumah kita telah digusur.
Kau memang takkan mengerti. Dan memang tak perlu tahu. Bahkan, apa yang kau dapatkan dariku.....Malam-malam sunyimu, malam-malam saat kau kutinggalkan) adalah perlakuan tak pantas dari seorang ibu. Bermainlah, anakku. Bermainlah saja. Dan kupu-kupu… mungkin kupu-kupu itu memang diutus tangan-tangan suci menemanimu. Tetapi ah, truk-truk itu, sampah-sampah itu telah membawa air lindi, larva lalat hijau, dan belatung-belatung ke rumah kita. Dan semua makhluk menjijikkan itu telah mengusir makhluk indahmu: kupu-kupu.
Maafkan aku yang tak segera menyadari itu. Maafkan aku yang lebih peduli pada air lindi yang menggenangi dapur, pada belatung-belatung yang merayapi lantai dan dinding, dibanding wajah sedihmu kehilangan kupu-kupu. Dan betapa, betapa aku baru terkejut ketika suatu hari, kemudian, bibirmu yang mungil menanyakan itu, Belatung itu seperti ulat ya, Bu? Apakah ia juga bisa berubah jadi kupu-kupu? Betapa aku….
Kenapa ya? Kenapa belatung tak bisa berubah jadi kupu-kupu? Huh! Coba kalau bisa. Tentu kupu-kupu yang kata Ibu telah pindah ke tempat jauh itu kembali ada. Huh, inginnya aku.
Bukankah belatung itu seperti ulat? Kalau betul kata Ibu kupu-kupu dari ulat, tentu belatung juga bisa berubah jadi kupu-kupu. Ataukah Ibu bohong? Ataukah Ibu tak tahu?
Mungkin sebenarnya Ibu tak tahu.....Pikir Kirana.
Bukankah Ibu pernah berkata. Banyak hal yang kita tak tahu. Ataukah mungkin Ibu lupa? Huh, Ibu memang pelupa. Bahkan, Ibu sering lupa pada apa yang dikatakan kepadaku. Kenapa ya? Apakah karena sudah tua? Ibu pernah berkata orang akan pelupa kalau tambah tua. Tapi Ibu belum tua. Tapi kadang Ibu memang tampak tua, kalau siang. Kalau senja, kalau Ibu sudah tukar pakaian, pakai lip dan bedak mau pergi kerja, Ibu tampak muda. Cantik. Bahkan, Oya pernah bilang padaku Ibu kupu-kupu. Bukankah itu karena Oya melihat Ibu indah? Tapi Oya memang baik, tidak seperti orang-orang tua dan ibu-ibu lain yang sering kasar kepadaku. Aku benci, aku tak suka pada mereka. Bagaimana kalau tak ada Oya ya?
“Oya di sebelah. Teriak kalau ada apa-apa,”...Begitu selalu kata Ibu sebelum berangkat kerja.
“Kau takut?”
Aku menggeleng. “Tidak.” Aku tak takut, ada Oya. Ya, ada Oya, Vina menguatkan hati dan jiwa Kirana...Menutup pintu. Dipasangnya gembok, memastikan telah terkunci, lalu melangkah ke sebelah. Di rumah serupa-mirip gubuk juga-yang dibatasi hanya selapis tripleks, di situlah Oya, perempuan tua 70-an tahun, dengan kompor gorengan kadang pisang, kadang ketela, ada saja bagai terjulur dari jendela yang lebar dan rendah.
“Titip ya Oya?” kata Vina menyerahkan anak kunci. Seperti biasa, titipan anak kunci itu juga berarti “menitipkan” Kirana bersamanya.
Tanpa menoleh, seperti biasa pula, Vina melangkah jinjit di gang yang kini air lindi itu! selalu becek. Di mulut gang ia masih harus jalan kaki kira-kira empat ratus meter ke simpang jalan aspal tempat ia biasa naik ojek. Ia menepi, dan lebih menepi ketika iring-iringan truk itu lewat, memenuhi nyaris seluruh badan jalan yang sempit. Ia berdesah, iring-iringan truk sampah ini muncul hampir tiap sepuluh menit….
Malam berlalu, Pagi pun menjelma....Hingga siang hampir menyapa Vina turun dari ojek bagai melompat, membayar cepat-cepat, lalu melangkah tergopoh-gopoh ke pintu rumah. Sial!....Seharusnya kuturuti nasihat Asih, jangan sekali-kali melayani mahasiswa. Mereka suka aneh-aneh, tak ada uang, dan banyak maunya. Beginilah jadinya. Vina disekap semalaman dan baru dilepas ketika pagi. Padahal, biasanya, ia sudah pulang pukul tiga dini hari dan masih bisa tidur di sebelah Kirana. Bagaimanakah reaksi Kirana, ketika bangun, mendapatkanku tidak ada disampingnya.
Tetapi semua tenang-tenang saja. Bagai tak ada apa-apa. Apakah Kirana belum bangun? Berkali-kali kunci cadangan Warni gagal membuka gembok karena terburu-buru. Ketika gembok berhasil lepas dan daun pintu ia dorong, Vina terkejut, terlompat surut. Kupu-kupu? Ya, kupu-kupu! Putih, kecil-kecil, belasan Oohh, bukan, puluhan!, keluar bagai menghambur dari dalam rumah gubugnya....
Ada beberapa detik Vina terpana. Ketika perlahan kakinya ia langkahkan masuk, Vina lebih terkejut lagi. Kupu-kupu itu bukan puluhan, tetapi ratusan, Atau mungkin ribuan!, Memenuhi ruangan! “Kirana…?” Buru-buru Vina melangkah ke bilik. Tetapi, di pintu bilik, ia kembali tertegun.
Di situ, di lantai di pintu bilik itu, walau pandangannya terhalang oleh silang-selimpat kelebat kupu-kupu, Vina melihat ratusan, atau mungkin juga ribuan! belatung bagai berbaris melata ke dalam bilik. Dan, di dalam bilik, barisan belatung itu… satu demi satu, langsung, tidak dari kepompong, berubah jadi kupu-kupu Putih!..
“Betul kan, Bu? Lihatlah belatung bisa berubah jadi kupu-kupu.”
Suara Kirana itu…. Dengan kaki jinjit menguak belatung, dengan tangan menepis mengibas kupu-kupu, Vina melangkah mendekati tempat tidur. Dan, di situ, di atas tempat tidur, dalam keremangan bilik yang jendelanya masih tertutup, Vina melihat anaknya, Kirana, tersenyum, menatapnya dengan kedua bola mata merah, mencorong, menyala… bagai mata iblis dan tak lama ambruk disebelah tubuh Oya, Wanita 70 tahun itu telah lebih dulu tiada..?? Entah apa penyebabnya dan siapa pelakunya?
Vina menjerit histeris namun semuanya telah terjadi hanya derai air mata yang menemaninya. Dan inilah akhir dari hidupnya untuk merubah diri menjadi suci abadi.
Belatung itu seperti ulat ya, Bu? Ya seperti ulat. Apakah ia juga bisa berubah jadi kupu-kupu? Tidak, belatung tak bisa berubah jadi kupu-kupu. Kenapa tidak bisa, Ibu? Entahlah, Ibu tak tahu. Kasihan ya, Bu? Aku ingin melihat ia jadi kupu-kupu. Tetapi kita tidak bisa. Tapi aku ingin.
Tidak bisa. Aku ingin.
“Tidak bisa…,” dan Vina melihat ratusan belatung, ribuan belatung, merayap melata ke arah mereka. Melata? Tidak, makhluk kecil basah menjijikkan itu lebih tampak seperti melayang (atau terbang?) dalam satu barisan teratur mirip selendang. Saat selendang itu bergerak sentak bagai dikibaskan, belatung-belatung itu berhamburan bersama percikan lendir. Dan Vina gelagapan. Tangannya sibuk membersihkan lendir, mungkin juga belatung, yang menempel di wajah dan tubuhnya.
Aku ingin.
“Tidak!” dan Vina tersentak. Sadar. Dibukanya mata, nanar. Tak ada belatung. Tak ada percikan lendir. Ditolehkannya kepala ke samping dan menemukan tubuh kecil itu, Kirana, anaknya, bergelung nyenyak dengan satu tangan menyelusup ke ketiak. Vina mengembuskan napas, lega. Tetapi, kalimat Kirana itu, aku ingin, aku ingin, bagai masih menggema….
“Kupu-kupu itu indah ya, Bu?”
“Ya, indah.”
“Maukah Ibu menangkapkannya untukku?”
“Tidak. Tidak boleh.”
“Kenapa tidak boleh, Ibu?”
“Kau lihatlah tubuhnya, sayapnya. Tipis dan rapuh. Ia bisa mati di tangan kita.”
Kirana terdiam. Sejenak. Mata bocah perempuan lima tahunan itu mengerjap- ngerjap bagai berusaha memahami kalimat Vina ibunya. “Kenapa di tempat kita sangat banyak, Bu?”
“Apa yang sangat banyak?”
“Kupu-kupu.”
Vina-lah yang kemudian balas terdiam. Memang mengherankan. Kenapa di tempat seperti ini, di tempat yang sama sekali tak indah, di perumahan kumuh yang bagai terperosok ke rawa-rawa, bisa dilalulalangi begitu banyak kupu-kupu? Ataukah justru karena adanya rawa-rawa itu? Entah, Vina tak pernah memikirkannya. Atau lebih tepat Vina tak sempat memikirkannya. Hal itu terlalu
sepele. Terlalu sepele bagi hidupnya yang…....
“Padahal, ulat jelek ya Bu?”.....Seru Kirana.
“Apa?”
“Ulat. Jelek. Kenapa bisa berubah jadi kupu-kupu yang indah?”
“Eh,” Vina tertegun, “siapa yang memberitahumu?”
“Memberitahu apa, Bu?”....Kirana bingung.
“Kupu-kupu, dari ulat.”
“Bukankah Ibu?”
“Oh…,”...Begitulah, Vina sering lupa. Ya, begitulah aku selalu lupa. Kenapa aku bisa melupakan banyak hal tentang dirimu, anakku? Sungguh tak ada niatku untuk begitu. Semua semata karena jejalan persoalan di kepalaku. Ohh!!... Kalau saja kau mengerti. Kalau saja kau tahu. Apa yang terbayang olehmu, apa yang akan terjadi pada dirimu, kalau kau tahu beberapa waktu lagi kita mungkin bakal tak punya tempat tinggal?
Kau lihatlah truk-truk sampah itu. Truk-truk sampah yang telah beberapa minggu ini tak henti datang membuang sampah ke rawa-rawa. Tahukah kau sampah itu sampah seluruh pelosok kota? Beratus-ratus ton, beribu-ribu ton setiap hari. Lihatlah, sampah itu menggunung, dan gunungan itu akan menjalar sampai ke mari. Tetapi konon kita takkan sempat melihat gunungan sampah itu menimbun rumah kita. Karena kata orang, saat itu, rumah kita telah digusur.
Kau memang takkan mengerti. Dan memang tak perlu tahu. Bahkan, apa yang kau dapatkan dariku.....Malam-malam sunyimu, malam-malam saat kau kutinggalkan) adalah perlakuan tak pantas dari seorang ibu. Bermainlah, anakku. Bermainlah saja. Dan kupu-kupu… mungkin kupu-kupu itu memang diutus tangan-tangan suci menemanimu. Tetapi ah, truk-truk itu, sampah-sampah itu telah membawa air lindi, larva lalat hijau, dan belatung-belatung ke rumah kita. Dan semua makhluk menjijikkan itu telah mengusir makhluk indahmu: kupu-kupu.
Maafkan aku yang tak segera menyadari itu. Maafkan aku yang lebih peduli pada air lindi yang menggenangi dapur, pada belatung-belatung yang merayapi lantai dan dinding, dibanding wajah sedihmu kehilangan kupu-kupu. Dan betapa, betapa aku baru terkejut ketika suatu hari, kemudian, bibirmu yang mungil menanyakan itu, Belatung itu seperti ulat ya, Bu? Apakah ia juga bisa berubah jadi kupu-kupu? Betapa aku….
Kenapa ya? Kenapa belatung tak bisa berubah jadi kupu-kupu? Huh! Coba kalau bisa. Tentu kupu-kupu yang kata Ibu telah pindah ke tempat jauh itu kembali ada. Huh, inginnya aku.
Bukankah belatung itu seperti ulat? Kalau betul kata Ibu kupu-kupu dari ulat, tentu belatung juga bisa berubah jadi kupu-kupu. Ataukah Ibu bohong? Ataukah Ibu tak tahu?
Mungkin sebenarnya Ibu tak tahu.....Pikir Kirana.
Bukankah Ibu pernah berkata. Banyak hal yang kita tak tahu. Ataukah mungkin Ibu lupa? Huh, Ibu memang pelupa. Bahkan, Ibu sering lupa pada apa yang dikatakan kepadaku. Kenapa ya? Apakah karena sudah tua? Ibu pernah berkata orang akan pelupa kalau tambah tua. Tapi Ibu belum tua. Tapi kadang Ibu memang tampak tua, kalau siang. Kalau senja, kalau Ibu sudah tukar pakaian, pakai lip dan bedak mau pergi kerja, Ibu tampak muda. Cantik. Bahkan, Oya pernah bilang padaku Ibu kupu-kupu. Bukankah itu karena Oya melihat Ibu indah? Tapi Oya memang baik, tidak seperti orang-orang tua dan ibu-ibu lain yang sering kasar kepadaku. Aku benci, aku tak suka pada mereka. Bagaimana kalau tak ada Oya ya?
“Oya di sebelah. Teriak kalau ada apa-apa,”...Begitu selalu kata Ibu sebelum berangkat kerja.
“Kau takut?”
Aku menggeleng. “Tidak.” Aku tak takut, ada Oya. Ya, ada Oya, Vina menguatkan hati dan jiwa Kirana...Menutup pintu. Dipasangnya gembok, memastikan telah terkunci, lalu melangkah ke sebelah. Di rumah serupa-mirip gubuk juga-yang dibatasi hanya selapis tripleks, di situlah Oya, perempuan tua 70-an tahun, dengan kompor gorengan kadang pisang, kadang ketela, ada saja bagai terjulur dari jendela yang lebar dan rendah.
“Titip ya Oya?” kata Vina menyerahkan anak kunci. Seperti biasa, titipan anak kunci itu juga berarti “menitipkan” Kirana bersamanya.
Tanpa menoleh, seperti biasa pula, Vina melangkah jinjit di gang yang kini air lindi itu! selalu becek. Di mulut gang ia masih harus jalan kaki kira-kira empat ratus meter ke simpang jalan aspal tempat ia biasa naik ojek. Ia menepi, dan lebih menepi ketika iring-iringan truk itu lewat, memenuhi nyaris seluruh badan jalan yang sempit. Ia berdesah, iring-iringan truk sampah ini muncul hampir tiap sepuluh menit….
Malam berlalu, Pagi pun menjelma....Hingga siang hampir menyapa Vina turun dari ojek bagai melompat, membayar cepat-cepat, lalu melangkah tergopoh-gopoh ke pintu rumah. Sial!....Seharusnya kuturuti nasihat Asih, jangan sekali-kali melayani mahasiswa. Mereka suka aneh-aneh, tak ada uang, dan banyak maunya. Beginilah jadinya. Vina disekap semalaman dan baru dilepas ketika pagi. Padahal, biasanya, ia sudah pulang pukul tiga dini hari dan masih bisa tidur di sebelah Kirana. Bagaimanakah reaksi Kirana, ketika bangun, mendapatkanku tidak ada disampingnya.
Tetapi semua tenang-tenang saja. Bagai tak ada apa-apa. Apakah Kirana belum bangun? Berkali-kali kunci cadangan Warni gagal membuka gembok karena terburu-buru. Ketika gembok berhasil lepas dan daun pintu ia dorong, Vina terkejut, terlompat surut. Kupu-kupu? Ya, kupu-kupu! Putih, kecil-kecil, belasan Oohh, bukan, puluhan!, keluar bagai menghambur dari dalam rumah gubugnya....
Ada beberapa detik Vina terpana. Ketika perlahan kakinya ia langkahkan masuk, Vina lebih terkejut lagi. Kupu-kupu itu bukan puluhan, tetapi ratusan, Atau mungkin ribuan!, Memenuhi ruangan! “Kirana…?” Buru-buru Vina melangkah ke bilik. Tetapi, di pintu bilik, ia kembali tertegun.
Di situ, di lantai di pintu bilik itu, walau pandangannya terhalang oleh silang-selimpat kelebat kupu-kupu, Vina melihat ratusan, atau mungkin juga ribuan! belatung bagai berbaris melata ke dalam bilik. Dan, di dalam bilik, barisan belatung itu… satu demi satu, langsung, tidak dari kepompong, berubah jadi kupu-kupu Putih!..
“Betul kan, Bu? Lihatlah belatung bisa berubah jadi kupu-kupu.”
Suara Kirana itu…. Dengan kaki jinjit menguak belatung, dengan tangan menepis mengibas kupu-kupu, Vina melangkah mendekati tempat tidur. Dan, di situ, di atas tempat tidur, dalam keremangan bilik yang jendelanya masih tertutup, Vina melihat anaknya, Kirana, tersenyum, menatapnya dengan kedua bola mata merah, mencorong, menyala… bagai mata iblis dan tak lama ambruk disebelah tubuh Oya, Wanita 70 tahun itu telah lebih dulu tiada..?? Entah apa penyebabnya dan siapa pelakunya?
Vina menjerit histeris namun semuanya telah terjadi hanya derai air mata yang menemaninya. Dan inilah akhir dari hidupnya untuk merubah diri menjadi suci abadi.
Bonus dari cerita diatas silahkan downloads mp3 gratis dibawah ini...😂😂😱 Haaahaa!! PA. 😂😂😂
Merinding saat membaca kalimat "mungkin kupu-kupu itu memang diutus tangan-tangan suci menemanimu".
ReplyDeleteWaahh!! Berarti ada hantunya dong mbak ima...Naahhlool!! 😱😱
Deletekata-kata tersebut daleeemmmmm bangeeet mas....hehe
DeleteDiksinya pas sehingga makna nya ngena banget...
Jadi inget sama lagunya, dulu ketika kongkow2 sering nih jadi bahan nyanyian...
Betul banget sob..menginspirasikan sebuah kehidupan yang penuh konflik..😄
Deletelagunya ini yang renyah dan enak mas
ReplyDeleteWaahhh!! Kaya ayam Friedchiken doong renyah..😂😂😂
DeleteHmm... Apa ya?
ReplyDeleteOya, benarkah belatung menjadi kupu2?
Ini hidup wanita si kupu2 malam...
Bukan kecebong mas Noz...
DeleteNyanyi mas...Haaahaaaa!!! PA 😂😂😂
Hihi... Ngetes suara
DeleteItu kupunya terbang2 di layar, mau keluar gk bisa... Gk kasian apa? Kejammm...
Haaahaaa!!!...Kan kupu2 peliharaan..😂😂😂
DeleteSungguh dapet bgt nih cerpen.. Aku terbawa suasana bgt, alurnya keren ih.. Bikin cerpen lagi dongggg bikinnn
ReplyDeleteAahhh!! Massa sih mbak Ella jadi Malu aku..
Delete😱😱😄😄😄
Idih... Malu malu kucing hihihi...
DeleteMalu malu mau itu
Haahaaa!! Bukab meong2 kucing garong..😂😂
DeleteAda sepasang tuh kupu kupunya tapi terbang disitu situ aja..jadi kasian.. 😂
ReplyDeleteWarnanya kuning & putih... Itu sengaja dipelihara mas Her!! Haaahaa! PA. 😂😂😂
DeleteAjarin bikin cerpen ginian lah mas sat, saya fokus di kupu2nya gerak2 di layar pingin nangkap bole ga? Hihi
ReplyDelete😱😱😳😳 Emang kamu hobi cerpen...Nggak enak kali nulis cerpen kalau ide lagi mentok...😂
DeleteBoleh tangkap silahkan...& akan muncul ribuan kupu2 putih kembali ..😂😂😂
ReplyDeletebelatung yang menjijikkan saat malam menjadi kupu-kupu yang cantik
dan mungkinkah kupu-kupu yang cantik akan kembali menjadi belatung
tragis kehidupan malam
Kupu2 kembali menjadi ulat, mungkinkah blatung...😱😳
DeleteSepertinya tak mungkin mbak mhay...Kalau rapuh mungkin & hilang ditelan zaman oleh para pengganti..😄😄
👍🏻🙏🏻
DeleteBelatung memang tampak jijik
ReplyDeleteJika telah jadi kupu-kupu terlihat cantik
Membuat mata tertarik
:)
Cerpen bagus
Walau fiktif tapi membawa serius
Membuat mata tertarik, Lalu melirik hingga menjadi suatu intrik...😂😂😂😂
DeleteAahh!! Massa sih..? 😱😳😳
belatung ini binatang yang jelek. tapi jika menjadi kupu-kupu, alangkah cantiknya.
ReplyDeleteMakanya jangan menghina yang jelek terlebih dahulu, nantinya dia bakal menjadi cantik nian
Betul banget mas .... Sesuatu yang jelek... Tidak selalu akan selamanya jelek... Mantap 😄😄
Deletewah.. saya suka lagu ini pas dibawaan peterpan dulu...
ReplyDeleteBetul itu....Asal jangan suka film.ariel & cut tari aja yaa!! Nggak boleh itu...😂😂😂😂
Deleteihh.. apaan.. saya mah g suka film gituan bang..
Deletesaya sukax film yg ariel sama luna maya..
lebih berasa karakternya.
Buuuhaaa!!!...😂😂😂
DeleteMesti berobat nih.. Kedokter Boyke spesialist Ranjang..😂😂😂
wkwk.. malah makin nambah ilmu kanuragannya klo ke dokter boyke.. :D
DeleteHaahaaa!!..😂😂
Deletedah cocok nih mas buat bikin sebuah buku kumpulan cerpennya wkwkw, sayang kan
ReplyDeleteBetul itu cuma bisa ngeblenk otak gw kalau ngurisin cerpen jadi satu buku tebal..😱😱😱😱
DeleteHaahaaa!! 😂😂😂
Kasihan Kirana dan Vina, mungkin udah nasib orang pinggiran selalu susah dan teraniaya, di pinggir gunungan sampah. Teganya kang satria ninggalin Vina dan Kirana, hiks...😂😂😂
ReplyDeleteBetul Kang!! ..😱😱😳😳
DeleteBerarti siSatria pengen cari yang baru lagi yaa!! 😂😂 😱
Iya, teganya kang satria ninggalin anak bini demi pak nana.😂😂😂
DeleteAku moohh!! Kang ...😃😃😄
DeleteLagunya mengiringi cerita, terbawa suasana
ReplyDeletemembayangkan suasana tempat vina dan kirana..
Betul banget sob...kan Temanya kepedihan dalam hidup...😄😄😄
Deletemantap mas , belatung bisa jadi kupu2 ya...
ReplyDeleteIyee! Ok
Deletewah keren mas bisa buat cerita begini, saya pernah coba nulis tapi mentok.. ga bisa lanjut lagi.. memang ga berbakat..
ReplyDeleteaahh! Bisa aja mbak monik..😄😄
Deleteini dibaca malam-malam sampe bikin mewek..apalagi yang baca emak-emak yang sudah punya anak huaa!
ReplyDeleteDiksinya keren , suka juga dengan alurnya..top pokoknya!
Haahaaa!! Yuuk!! Dah kita mewek bareng...😂😂😂
Deleteyaampun ..
ReplyDeletekenapa Van ...
Deletebelatung kesannya jijik dan geli tapi kalau sudah jadi kupu2 maka akan berubah jadi cantik, katanya. jadi, jangan dulu mengungkapkan kata2 sebelum tahu hasil ajhirnya ya mas?
ReplyDeleteBetul mas Ben ...Intinya sesuatu yang buruk tidak selalu selamanya buruk..😄😄
DeleteSebener nya kalau lgsg di artikan kupu kupu dan belatung itu 2 hal yg berbeda, kupu2 itu identik dengan hal yg indah, berbeda dengan belatung. Tpi kita semua tau, mungkin di balik kotor nya kehidupan (belatung) terdapat keindahan (kupu2) di akhir kisah nya.
ReplyDelete#ngomong apa sih??
Mungkin kamu sedang mengigau...😂😂😂
DeleteBetul sekali kupu2 & belatung sangat berbeda...
Belatung tidak bisa jadi kupu2...tapi bisa menyuburkan tanah..
Kupu2 terbuat dari ulat yang buruk namun bisa menjadi indah..😄😄😄
Cerpennya keren...malam-malam pula bacanya... dapat banget ceritanya..
ReplyDeleteAahhh!! Yang benar bu sarroh!..😱😱😳
DeleteIyaa! Betul buu!! dapet....dapet bonus mp3 lagu Ariel heeehee!!...😄😄
sangat menginspirasi bang apalgi dengan tambahan lagu peter pan di akhir postingan
ReplyDeleteOk deh mas abdul rusdi..😄😄
DeleteGrafisnya keren deh .... sepasang kupu-kupu melayang di layar.
ReplyDeleteJadi keingat tokoh Sam Pek Eng Tay ☺
Kasihan Vina dan Kirana, mereka ditinggal di rumah gubug dekat tempat pembuangan sampah, sementara suaminya satria kawin lagi.😂😂😂
ReplyDelete
DeleteSuuueee loohh..😡😡
menarik, salam pagi
ReplyDelete