Thursday, 10 November 2022

Catat Bukan Garuda Indonesia Maskapai Pertama Yang Terbang Dilangit Indonesia



Bicara tentang maskapai penerbangan tentunya secara otomatis anda akan beranggapan yang paling menarik dan bergensi adalah maskapai Garuda Indonesia. Bahkan jika ditanya maskapai apa yang paling pertama di Indonesia tentunya anda pun akan menjawab Garuda Indonesia lagi.

Nah mulai sekarang anda harus tahu nih, bahwa maskapai yang pertama di indonesia sebenarnya bukan Garuda Indonesia? Penasarankan simak ulasan dibawah ini.

Indonesian Airways menjadi maskapai komersial pertama yang ada di negeri ini. Namun, maskapai itu justru tidak banyak beroperasi di Indonesia, melainkan berpusat di Burma (sekarang dikenal dengan Myanmar). Indonesian Airways juga diyakini sebagai maskapai yang pertama kali mengoperasikan penerbangan sipil.

"Penerbangan sipil Indonesia tercipta pertama kali atas inisiatif Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dengan menyewakan pesawat yang dinamai "Indonesian Airways" kepada pemerintah Burma pada 26 Januari 1949." Tulis halaman resmi Garuda Indonesia.

Dan dilansir dari laman resmi TNI AU (Angkatan Udara), keberadaan Indonesian Airways tak lepas dari pembelian pesawat Dakota RI-001 Seulawah. Pembelian pesawat tersebut diprakarsai atas gagasan KSAU Komodor Udara S Suryadarma atas tindak lanjut dari pidato Presiden pertama RI, Sukarno atau Bung Karno. Dalam pidato pertamanya, Presiden Sukarno menyampaikan pentingnya pertahanan udara bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Pidato yang dilakukan pada 16 Juni 1948 tersebut sukses menggugah hati rakyat Sumatra, khususnya Aceh. Dari situlah, pesawat RI-001 Seulawah akhirnya dibeli lewat pengumpulan dana yang dinamai dengan dana Dakota.

AURI akhirnya menugaskan Opsir Muda Udara II Wiweko Supono, sebagai ketua misi pembelian yang dibantu oleh Opsir Muda Udara III Nurtanio Pringgodisuryo, untuk membeli pesawat tersebut. Pesawat Dakota RI-001 akhirnya tiba di Indonesia pada Oktober 1948.

Sebulan setelah kedatangannya, pesawat ini telah mengantarkan Wakil Presiden Mohammad Hatta berkunjung ke Sumatra, melalui rute Maguwo-Jambi-Payakumbuh-Kutarajasa Pergi Pulang (PP). Penerbangan berikutnya adalah penerbangan dari Maguwo pada 1 Desember 1948, menuju Piobang (Payakumbuh, Sumatra Barat) dengan membawa beberapa personel untuk memperkuat militer di Sumatra.

Tiga hari di Payakumbuh, pada 4 Desember 1948 pesawat bertolak ke Kutaraja untuk mengangkut kadet ALRI, dari Payakumbuh ke Kutaraja yang dipimpin oleh Kasal Laksamana Laut Subijakto. Dalam rangka perawatan mesin berkala dan pemasangan tangki jarak jauh, pesawat diterbangkan menuju Calcutta (sekarang Kolkata), India, pada 6 Desember 1948.

Pesawat diawaki oleh Kapten Pilot J. Maupin, Kopilot Opsir Udara III Sutardjo Sigit, juru radio Opsir Muda Udara III Adi Sumarmo, serta seorang juru mesin Caesselbery. RI-001 membawa empat penumpang, saudagar Aceh yang akan merintis hubungan dagang dengan luar negeri.

Sayangnya, Seulawah tidak bisa pulang ke Indonesia karena Belanda melancarkan Agresi Militer ke-2 pada Desember 1948 dengan menyerbu Bandara Maguwo dan berhasil menduduki Jogja. Berhubung berkecamuknya perang menghadapi Agresi Militer Belanda II dan tidak memungkinkannya kembali ke Indonesia, mereka bersepakat untuk mengoperasikan pesawat di luar negeri melalui penerbangan komersial.

Awalnya, penerbangan komersial ini direncanakan di India. Namun karena sudah ada perusahaan penerbangan India Nation Airline (INA) yang melayani penerbangan dalam negerinya, perhatian dialihkan ke Burma. Untuk bisa beroperasi di Burma, RI-001 harus dalam bentuk perusahaan penerbangan atau airlines.


PESAWAT RI-001 SEULAWAH



Pesawat Pertama Indonesian Airways, pesawat DC3 Ini beregistrasi RI001. foto: Instagram @fariskyy12


Atas prakarsa Opsir Udara II Wiweko Supeno dan bantuan Marjuni (perwakilan RI di Burma), didirikanlah sebuah perusahaan penerbangan niaga (airlines) dengan nama “Indonesian Airways” yang berpangkalan di Rangoon (ibu kota Burma saat itu) pada 26 Januari 1949. Indonesian Airways berdiri lewat modal utama satu pesawat RI-001 Seulawah.

Personel mereka saat itu antara lain, J.H. Maupin (pilot), Alan Ladmore, dan Caesselbery (juru mesin) dibantu oleh tenaga Indonesia, Opsir Udara III Wiweko Supomo, Opsir Udara II Sutardjo Sigit, dan Opsir Udara Sudarjono. Pada 26 Januari 1949, Indonesian Airways sudah berada di Bandara Mingladon, Burma, berjajar di antara perusahaan penerbangan lainnya. Pada hari itu juga RI-001 melaksanakan penerbangan pertamanya sebagai pesawat komersial.

Dalam mendukung penerbangan di Burma, Indonesia Airways mendirikan Stasiun Radio di Rangoon yang dipimpin oleh Opsir Muda Udara II Soemarno. Keberadaan stasiun ini memungkinkan perencanaan dan pelaksanaan penerobosan blokade ke Aceh.

Hampir semua wilayah Burma telah dijelajahi dan didarati oleh pesawat RI-001 Seulawah, baik untuk keperluan niaga maupun keperluan pemerintah dan militer. Pesawat RI-001 menjadi pelopor penerbangan sipil nasional, karena dengan pesawat inilah Indonesia Airways beroperasi di Burma.

Dana yang diperoleh dari operasi penerbangan di Burma ini digunakan untuk membiayai kadet-kadet udara yang belajar di India dan Filipina. Selain itu, hasil operasi RI-001 dapat membeli beberapa pesawat Dakota lainnya yang diberi nomor registrasi RI-007 dan mencharter pesawat RI-009. Sepak terjang Indonesia Airways harus berakhir setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda.


MEMPUNYAI 23 MASKAPAI


Usai pengakuan kedaulatan oleh Belanda dan pemulihan kekuasaan Pemerintah RI, perubahan organisasi dan personel di lingkungan AURI pun dilakukan. Indonesian Airways dilikuidasi dan semua kegiatan di wilayah Burma dihentikan.

Setelah tidak beroperasi sebagai pesawat komersial Indonesia Airways, pesawat RI-001 Seulawah ditaruh di Pangkalan Udara (PU) Andir Bandung, Jawa Barat. Di Andir, pesawat tersebut digunakan untuk “joy flight”. Setelah tidak digunakan lagi pada awal 1950, pesawat RI-001 diserahkan ke bagian teknik dan diparkir di ujung landasan sebelah barat PU Andir.

Sekarang ini sudah ada banyak maskapai penerbangan Indonesia seperti maskapai penumpang, kargo, dan maskapai penerbangan internasional. Nama maskapai penerbangan di Indonesia khusus penumpang tentu sudah tidak asing lagi di telinga, bahkan mungkin pernah digunakan oleh masyarakat untuk sarana berpergian.

Berikut daftar 23 nama maskapai penerbangan Indonesia khusus penumpang yang masih beroperasi, dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

Garuda Indonesia

Trigana Air Service

Pelita Air Indonesia

AirAsia

Lion Air

Wings Abadi Airlines

Tri-mg Airlines

Nusantara Air

Indonesia Air

Sriwijaya Air

Kalstrat Aviation

PT Travel Express Aviation Services atau Express Air

Asialink

My Indo Airlines

Jayawijaya Dirgantara

Citilink

TransNusa Aviation Mandiri

Batik Air

Indonesia Air Asia Extra

NAM Air Cardig Air

PT Super Air Jet

PT Raffles Global Angkasa atau RGA.


9 MASKAPAI INDONESIA YANG SUDAH TIDAK BEROPERASI LAGI


Batavia Air

Adam Air

Jatayu Airlines

Indonesia Airlines

Bali Air

Bauraq Indonesia Airlines

Mandala Airlines / Tiger Airlines Mandala

Sempati Air

Merpati Airlines



Sumber : Liputan6


~ THANK~YOU ~

Labels:

Thursday, 6 January 2022

9 Nomor Yang Tidak Boleh Digunakan Pada Ajang Balap Mottogp



Nomor atau angka terkadang bisa menjadi sebuah tanda dalam hal berolahraga. Dan biasanya nomor itu ditempatkan pada kaos, atau topi dan juga pada sebuah kendaraan yang dijadikan modal untuk membalap atau dipertandingkan. Nah. Kali ini ulasan saya, adalah tentang sebuah nomor yang selalu digunakan pada ajang balap motogp kelas bergengsi. Dan tentunya nomor tersebut ditempatkan pada motor sang pembalap. Nomor tersebut biasanya menjadi ciri khas bagi pembalap itu sendiri.

Dalam ajang sebuah lomba atau balapan biasanya kita bebas menentukan nomor yang kita mau, baik nomor besar maupun kecil. Akan tetapi disebuah ajang balap mottogp sebuah nomor tidak boleh digunakan lagi meski sang pembalap tersebut sudah pensiun atau tidak pernah lagi menjadi seorang pembalap. Alasannya pun sangat beragam, namun intinya sebuah nomor pada ajang mottogp tetap harus jadi hak paten yang tidak boleh digunakan oleh pembalap lain apun yang terjadi pada pemilik nomor atau angka tersebut.

Seperti ulasan dibawah ini, ada 9 nomor yang telah menjadi hak paten atau bisa dikatakan disakralkan untuk digunakan orang lain. Nomor berapa, dan siapa pemiliknya berikut dibawah ini.



1. Jason Dupasquier





Pada gelaran GP Italia pada Mei 2021, semua penghuni paddock MotoGP berduka. Pasalnya, pembalap Moto3 Jason Dupasquier meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan pada sesi kualifikasi. Dupasquier adalah pembalap asal Swiss yang membalap untuk tim PrustelGP. Bertepatan dengan jadwal GP Jerman, balapan kandang untuk PrustelGP, Dorna dan FIM memutuskan untuk memensiunkan nomor 50 dari kompetisi Moto3.


2. Luis Salom





Kita lanjut kenomor dua. Ada nomor balap 39 yang juga menjadi nomor sakral di Moto2 yang tak bisa digunakan pembalap lain. Dorna dan FIM memutuskan nomor 39 menjadi milik mendiang Luis Salom. Luis Salom meninggal akibat kecelakaan saat sesi latihan bebas kedua di GP Catalunya 2016. Salom sendiri telah membalap di kejuaraan dunia Grand Prix sejak 2009 di kelas 125cc. Pada 2013, ia menjadi runner-up kelas Moto3. Saat naik kelas ke Moto2, Salom adalah rekan setim Maverick Vinales di tim Pons HP 40.


3. Shoya Tomizawa





Lalu pada nomor tiga ada pria asal jepang yang bernama Shoya Tomizawa akan selalu tercatat sebagai pembalap pertama yang menjadi pemenang di balapan kategori Moto2. Pada 2010 tersebut, Moto2 baru saja menjadi kategori baru menggantikan kelas 250cc. Tomizawa menjadi pembalap Jepang yang diperhitungkan. Setelah kemenangan bersejarah di GP Qatar itu, ia juga naik podium di balapan setelahnya. Namun, tragis, petualangan Shoya Tomizawa di lintasan balap harus berakhir pada seri ke-11 di Misano. Ia mengalami kecelakaan yang berujung maut. Tomizawa terjatuh, lalu terhantam oleh Scott Redding dan Alex de Angelis.

Untuk menghormati pembalap berusia 19 tahun ini, nomor balap 48 dipensiunkan dari Moto2. Nomor 48 akan selalu menjadi milik Shoya Tomizawa.


4. Nicky Hayden





Nomor empat ada Nicky Hayden adalah pembalap Amerika Serikat terakhir yang bergelar juara dunia MotoGP. Ia berhasil menjadi juara dunia secara dramatis pada 2006, setelah menang poin dari Valentino Rossi pada seri terakhir di GP Valencia. Pembalap berjuluk The Kentucky Kid ini pensiun dari MotoGP pada 2015. Di paddock MotoGP, Hayden dikenal sebagai pembalap yang disegani. Ia tak pernah mencari masalah atau terlibat drama. Maka, tak heran jika para pembalap lain menghormatinya. Setelah pensiun, Hayden mengaspal di WorldSBK. Sayangnya, pada 2017, Hayden mengalami kecelakaan tragis saat sedang berlatih sepeda di jalanan Rimini di sekitar Sirkuit Misano. Ia meninggal lima hari kemudian di rumah sakit.

Sebagai bentuk penghormatan, nomor balapnya dipensiunkan dan tak bisa digunakan pembalap lain. Nomor 69 adalah nomor yang selalu digunakan Hayden sepanjang kariernya.


5. Loris Capirossi





Nomor lima ada seorang pembalap senior yaitu, Loris Capirossi, pemilik nomor 65 dipensiunkan sebagai penghargaan bagi pembalap yang dianggap spesial di dunia balap motor. Nomor ini dimiliki Loris Capirossi yang kini menjabat sebagai salah satu anggota Race Direction di MotoGP.

Pembalap berjuluk Capirex ini membalap di kejuaraan dunia Grand Prix sejak 1990 di kelas 125cc. Ia kemudian naik ke kelas 250cc pada 1992. Dan ditahun 2000 hingga 2011, Capirossi berlaga di kelas MotoGP. Selama 22 tahun berkarier, ia meraih dua gelar juara dunia di kelas 125cc dan satu gelar juara dunia untuk kelas 250cc. Capirossi masih memegang rekor juara dunia termuda kelas 125cc yang ia raih pada usia 17 tahun.

Capirossi sendiri pensiun dari MotoGP pada akhir musim 2011. Lalu nomor 65 ini secara resmi dipensiunkan pada akhir musim 2016.


6. Marco Simoncelli





Nomor berikutnya yang tak boleh digunakan adalah nomor 58. Dorna dan FIM memberikan nomor ini kepada keluarga Simoncelli sejak 2016, sebagai bentuk penghargaan kepada mendiang Marco Simoncelli. Ia adalah pembalap berbakat asal Italia yang disebut sebagai penerus Valentino Rossi. Simoncelli pernah menjadi juara dunia kelas 250cc pada 2008. Pada 2010, ia naik ke kelas MotoGP bersama tim San Carlo Honda Gresini.

Namun, nahas, pada tahun keduanya di MotoGP, ia harus mengalami kecelakaan tragis. Marco Simoncelli meninggal setelah terjatuh, lalu tertabrak Colin Edwards dan Valentino Rossi di Sirkuit Sepang.


7. Daijiro Kato





Pada nomor tujuh ada nomor 74 milik mendiang Daijiro Kato pun dilarang untuk digunakan pembalap lain. Nomor ini dipensiunkan sebagai bentuk penghormatan bagi Kato, pembalap Jepang yang meninggal akibat kecelakaan di Sirkuit Suzuka pada 2003 silam.

Padahal Daijiro Kato diprediksi akan menjadi salah satu bintang gemerlap di MotoGP. Ia mulai membalap semusim penuh di kelas 250cc pada 2000. Setahun berikutnya, ia menjadi juara dunia dengan performa yang luar biasa. Dari 16 balapan, ia mampu 13 kali finis di posisi podium dengan 11 di antaranya menjadi juara balapan.

Tahun 2002, Kato naik kelas ke MotoGP dan menjadi Rookie of the Year. Namun, malang tak dapat ditolak, Daijiro Kato mengalami kecelakaan hebat di Sirkuit Suzuka pada 2003. Ia menderita cedera parah di area kepala, leher, dan dada. Kato dinyatakan meninggal setelah koma di rumah sakit selama dua minggu.


8. Kevin Schwantz





Nomor 34 milik Kevin Schwantz menjadi nomor balap pertama yang dipensiunkan di MotoGP. Kevin Schwantz merupakan legenda balap Amerika Serikat yang menjadi juara dunia kelas 500cc pada 1993. Schwantz memulai karier balapnya di kejuaraan dunia MotoGP sejak 1986. Ia memiliki banyak penggemar karena gaya berkendaranya yang agresif sehingga mempertunjukkan balapan yang seru. Apalagi saat ia berduel dengan rival utamanya, Wayne Rainey.

Selama berkarier di MotoGP, Schwantz termasuk pembalap yang loyal. Ia selalu mengendarai motor Suzuki hingga pensiun pada 1995. Untuk menghormati pencapaiannya, Dorna dan FIM memutuskan nomor 34 menjadi milik Kevin Schwantz. Pembalap MotoGP lain tak diperbolehkan menggunakan nomor ini.


9. Valentino Rossi





Dan yang terakhir, pada angka 9, tentunya andapun sudah tak asing dengan gambar pada nomor 9 yang belum lama ini mengundurkan diri atau pensiun dari mottogp. Beliau adalah sang legendaris mottogp Valentino Rossi, atau yang berjulukan The Doctor.

Nama Valentino Rossi memang sungguh besar di ajang MotoGP dunia. Disebut – sebut bahwa Valentino Rossi merupakan salah satu pembalap terbaik sepanjang masa. Ia adalah salah satu pembalap tersukses sepanjang masa yang sudah menyabet 10 gelar juara Mottogp dunia.

Masing-masing gelar tersebut terbagi menjadi 7 gelar juara dunia di kelas puncak MotoGP, dua gelar juara dunia di kelas 250 cc dan juara dunia di kelas 125 cc. Tak jauh berbeda dengan nama-nama diatas Valentino Rossi pun selalu menyukai nomor 46, meski ia telah beberapa kali menjadi juara dunia. Bahkan The doctor selalu menolak jika tunggangannya yang bernomor 46 diganti angka 1. Demikianlah beberapa nomor sakral yang dilarang keras digunakan pada ajang balap mottogp.



Sumber : Idn.times.com


~SEMOGA~MENARIK~

Labels:

Sunday, 26 January 2020

Ini Tanggapan WHO Tentang Virus Corona

Virus Corona telah mewabah bahkan kini penyebaran sudah tidak dinegara China saja, Sebagian Asia dan Eropa sudah ada yang terjangkit. Lalu apa tanggapan WHO sendiri atas kejadian ini berikut penjelasan dari WHO.

WHO belum memberlakukan status darurat kesehatan global menyusul wabah virus corona di China. Status tersebut tergolong langka dan baru diterbitkan sebanyak lima kali dalam sejarah.




Status darurat kesehatan global (PHEIC) mengacu pada "peristiwa luar biasa" yang berdampak pada kesehatan publik. Untuk kasus wabah virus corona di China, WHO sempat diisukan akan menerbitkan PHEIC, meski kemudian batal menyusul minimnya pengetahuan terkait penyebaran virus mematikan tersebut.

Komisi Kedaruratan IHR (International Health Regulation) yang bernaung di bawah WHO sebelumnya mengatakan akan menunda pemberlakuan status darurat global untuk wabah virus corona. Situasi yang rumit dan perkembangan kasus yang terus berubah-ubah membuat anggota komisi urung membuat keputusan.

"Keputusan untuk memberlakukan darurat kesehatan internasional pada kasus virus corona saya anggap sangat serius," tulis Ghebreyesus lewat akun Twitternya.

Corona tergolong langka mendeklarasikan PHEIC dalam kasus wabah penyakit. Status ini sendiri pertama kali dibentuk pada tahun 2005, sebagai respons atas wabah virus SARS dan H5N1 (flu burung) yang saat itu mendunia. Sejak saat itu badan kesehatan dunia ini mengembangkan prosedur khusus untuk pemberlakuan status PHEIC.

Sejauh ini WHO baru menerbitkan lima status darurat. Wabah virus H1 yang juga disebut flu babi memicu pandemik global pada 2009 termasuk di antaranya. Sementara sisanya adalah wabah Ebola di Afrika Barat (2014-2016), polio (2014), virus Zika (2016) dan wabah Ebola yang masih mengamuk di Republik Demokratik Kongo hingga kini.

Khususnya dalam kasus Kongo, WHO menunggu selama satu tahun sebelum memberlakukan status PHEIC.



Deklarasi PHEIC akan membuka keran uang dan pembiayaan internasional untuk melindungi kesehatan publik di negara yang terkena wabah.

Status darurat juga mengandung rekomendasi terkait perdagangan atau pariwisata, termasuk pemeriksaan di bandar udara. Dalam aksinya, WHO berusaha mengurangi potensi gangguan pada aktivitas perdagangan.

Saat ini pemerintah China sudah memberlakukan karantina massal di kota-kota lain selain Wuhan. Hingga kini, ada 10 kota yang sudah diisolasi oleh pihak pemerintah.



Artikel Ini Telah Tayang Di Liputan6.com



~ SEMOGA ~ BERMANFAAT ~




Labels:

Testing